This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Total Tayangan Halaman

Jumat, 07 September 2012


Teknik energy terbaeukan 10

PROSES PEMBUATAN BIOETHANOL BERKADAR 90 % DARI BAHAN BAKU UBI KAYU (SINGKONG-CASSAVA)

1. SEKILAS TENTANG BIOETHANOL
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah yang mengandung gula seperti tebu,nira,buah mangga,nenas,pepaya,anggur,lengkeng,dll. Bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu alternatif penghasil ethanol. Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat memproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

2. PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL
Produksi ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol
Bahan Baku
Kandungan Gula Dalam Bahan Baku
(Kg)
Jmlh Hasil Konversi Bioethanol (Liter)
Perbandingan Bahan Baku dan Bioethanol
Jenis
Konsumsi (Kg)
Ubi Kayu
1000
250-300
166,6
6,5 : 1
Ubi Jalar
1000
150-200
125
8 : 1
Jagung
1000
600-700
200
5 : 1
Sagu
1000
120-160
90
12 : 1
Tetes
1000
500
250
4 : 1

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O
(C6H10O5)n ----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n ----------------------------2 C2H5OH + 2 CO2. (2)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)
Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa (mis: jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak kami rekomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai
neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku,Liquefikasi dan Sakarifikasi,Fermentasi,Distilasi,dan Dehidrasi.
I. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan bahan baku Singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.

II. Liquifikasi dan Sakarifikasi
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :
-Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja. 
-Pengaturan pH optimum enzim.
-Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur pada suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).

III. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,dari persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.

IV. Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 100 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 60-90 % melalui 2 (dua) tahapan penyulingan.
V. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.

V. Hasil samping penyulingan ethanol.
Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah padat (sludge) dan cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap pencemaran lingkungan, limbah padat dengan proses tertentu dirubah menjadi pupuk kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk cair. Dengan demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan dampak lingkungan.

ELEMENT MESIN


Teknik Energi Terbarukan
Untuk memberikan informasi yang kuantitatif dari suatu gejala alam diperlukan pengukuran terhadap sifat-sifat fisisnya. Sifat-sifat fisis disebut sebagai besaran umum, seperti : panjang, volume, momentum dan lain-lain. Pengukuran besaran sifat-sifat fisis dilakukan dengan membandingkan besaran yang akan diukur dengan dengan suatu besaran standar yang dinyatakan dengan bilangan dan satuan.
Pengukuran besaran fisik menjadi salah satu pekerjaan yang paling penting dibidang keteknikan. Kepentingannya karena berkaitan erat dengan keberhasilan dalam menetapkan batasan-batasan yang diperlukan bagi perancangan elemen-elemen yang saling berhubungan dalam suatu bangunan mesin. Agar dapat berfungsi sesuai dengan yang dikehendaki.
Dari seluruh besaran fisik yang ada, Sesuai dengan ketetapan SI (Satuan Internasional) dalam hal ini diwakili oleh tiga besaran ukuran pokok / dasar :
-  Panjang, dilambangkan dengan    :  L
-  Massa, dilambangkan dengan      :  M
-  Waktu, dilambangkan dengan       :  T
Besaran pengukuran lainnya yang dibentuk oleh gabungan dari ketiga satuan dasar ini, menjadi satuan turunan. Seperti contohnya satuan luas penampang, kecepatan, percepatan, tekanan dan lain-lain.
Sedangkan untuk sistim satuan, dikenal ada empat sistim satuan yang umum digunakan dan diakui secara internasional (SI), yakni :
-     Satuan CGS (centimeter, gram dan second).
=> dikenal sebagai satuan mutlak (absolut) atau satuan fisik.
-     Satuan MKS (meter, kilogram dan second).
-     Satuan FPS (foot, pound dan second).
=> dikenal sebagai satuan grafitasi atau satuan perancangan.
-     Satuan SI (satuan Sistim Internasional).
Sistim satuan yang digunakan pada seluruh kurikulum ini, menggunakan sistim Satuan Internasional  ( SI ) Unit.

Berikut contoh perancangan las jika struktur menahan beban eksentrik :

Sebuah gerbong kereta api di dukung oleh dua buah poros dan pada poros tersebut terpasang 4 buah roda, bila berat gerbong seluruhnya 100 kN, bahan poros dibuat dari St 60 dengan faktor keamanan diambil 10.
Titik kerja gaya dan jarak antara kedua roda seperti gambar dibawah. Tentukanlah diameter dari poros tersebut, bila dianggap beban yang diterima oleh masing-masing gandar sama.

Bantalan merupakan elemen mesin yang berfungsi sebagai penumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur. Dalam hal ini, bantalan memegang peranan penting dimana apabila bantalan tidak berfungsi dengan baik, maka akan mempengaruhi prestasi kerja dari sistim itu sendiri.
a.         Klasifikasi Bantalan
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros
·         Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisan pelumas. Bantalan luncur mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban yang besar. Dengan konstruksi yang sederhana maka bantalan ini mudah untuk dibongkar pasang. Akibat adanya gesekan pada bantalan dengan poros maka akan memerlukan momen awal yang besar untuk memutar poros. Pada bantalan luncur terdapat pelumas yang berfungsi sebagai peredam tumbukan dan getaran sehingga akan meminimalisasi suara yang ditimbulkannya. Secara umum bantalan luncur dapat dibagi atas :
©           Bantalan radial, yang dapat berbentuk silinder, belahan, elips dan lain-lain.
©           Bantalan aksial, yang berbentuk engsel, kerah dan lain-lain.
©           Bantalan khusus yang berbentuk bola.
·         Bantalan gelinding
Pada bantalan gelinding terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam  melalui elemen gelinding  seperti bola ( peluru ), rol atau rol jarum atau rol bulat. Bantalan gelinding lebih cocok untuk beban kecil. Putaran pada bantalan gelinding dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Apabila ditinjau dari segi biaya, bantalan gelinding lebih mahal dari bantalan luncur.
2.      Berdasarkan arah beban terhadap poros
·         Bantalan radial tegak lurus
Arah beban yang ditumpu tegak lurus terhadap sumbu poros.
·         Bantalan radial sejajar
Arah beban bantalan sejajar dengan sumbu poros.
·         Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus terhadap sumbu poros.

b.         Pertimbangan Dalam Pemilihan Bantalan
Dalam pemilihan bantalan banyak hal yang harus dipertimbangkan seperti :
·         Jenis pembebanan yang diterima oleh bantalan (aksial atau radial )
·         Beban maksimum yang mampu diterima oleh bantalan
·         Kecocokan antara dimensi poros yang dengan bantalan sekaligus dengan keseluruhan sistim yang telah direncanakan.
·         Keakuratan  pada kecepatan tinggi
·         Kemampuan terhadap gesekan
·         Umur bantalan
·         Harga
·         Mudah tidaknya dalam pemasangan
·         Perawatan.

If an imposition from outside the bar having a working parallel to the axis of the bar, then inside the bar will arise opponent forces generated by the force between molecules themselves.
The forces arising in this bar in general is:
a.       Normal force, the force perpendicular to the direction of  bar cross section.
b.      Tangential force, with the parallel / cross-section located on the bar.
Assuming that the forces that arise are divided evenly on the entire cross-sectional area. So the forces working on a cross-sectional area is called ‘Stress’.
Stress = Force/ Sectional area (N/mm2)
From the forces that arise, it is generally stress divided into:
a.       Normal stress (s )
If the sectional area A = mm2 , accordingly stress is:
Normal stress = F/A (N/mm2)
b.      Tangential stress ( t )
If the sectional area A = mm2 , accordingly stress is :
Tangential stress = F/A (N/mm2)
(a) Normal stress and (b) Tangential stress
Machine elements are part of a single component used in construction machinery, and every part has a function of typical usage. With the above understanding, the machine elements can be classification as follows:
Basic Principles Design of Machine Elements
Design of machine elements, basically a part of design (component), which was planned and constructed to meet the needs of the mechanism of a machine.
In the design stages, considerations that need to be take notice in starting the planning of machine elements include:
1. The types of planned loading
2. The types of stress caused by loading page.
3. Selection of material
4. The shape and size of the machines planned
5. Motion or kinematics of the parts that will be planned.
6. Use of standard components
7. Reflecting a sense of fineness (aspect estética)
8. Law and economic
9. Safety operations
10. Treatment and maintenance
With take notice to the above considerations, the total design stages are as follows:
1. Determining needs
2. The selection mechanism
3. Load mechanism
4. Material selection
5. Determining size
6. Modification
7. Working drawings
8. Preparation and quality control
Jenis-Jenis Kestabilan Daya Pada Truk Industri

A. Kestabilan tiga sumbu. (Stability Triangle)
Hampir semua keseimbangan balik dari truk industri mempunyai tiga titik sistim pemegasan, dimana kendaraan didukung pada tiga titik. Sumbu stir truk disambungkan dengan pin pivot pada pusat sumbu. Ketika titik berhubungan dengan garis khayal, maka titik tersebut mendukung bentuk dari tiga sumbu yang disebut dengan Stability Triangle.
Cacatan:
·         Ketika kendaraan telah diberi beban hubungan pusat grafitasi terhadap garis BC berubah. Secara teori, beban maksimum akan dihasilkan oleh pusat grafitasi pada garis BC. Pada kondisi aktual seharusnya pusat grafitasi tidak pernah berhubungan dengan garis BC.
·         Penambahan dari beban balik akan menyebabkan pusat grafitasi truk terhadap titik A berubah dan mengakibatkan kestabilan lateral truk kecil.
·         Ketika garis aksi kendaraan atau beban pusat lebih rendah dari kestabilan triangle maka kendaraan berada dalam keadaan stabil, begitu pula sebaliknya. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar dibawah ini:
B. Kestabilan Longitudinal (Longitudinal Stability)
Kestabilan longitudinal adalah sumbu putar, ketika truk miring kedepan dimana titik roda depan berhubungan
dengan trotoar. Saat truk stabil, momen kendaraan harus lebih tinggi dari momen beban, selama beban kendaraan seimbang atau lebih tinggi dari momen beban, maka kendaraan tidak akan tertalu miring. Ketika beban momen sedikit lebih tinggi dari beban kendaraan maka truk akan mulai miring kedepan dan apabila momen beban lebih besar dari beban kendaraan maka truk akan miring kedepan. Untuk operasi kendaraan yang aman, maka operator seharusnya selalu mencek pelat data untuk menentukan berat maksimum yang sesuai dengan ukuran beban pusat. Meskipun jarak sebenarnya momen beban diukur dari roda depan dimana jarak ini lebih besar dari permukaan depan pada percabangan.
C. Kestabilan Lateral (Lateral Stability)
Kesatabilan lateral kendaraan diperlihatkan oleh posisi dari garis aksi yang relatif terhadap kestabilan triangle. Ketika kendaraan tidak sedang dalam keadaan beban penuh maka lokasi pusat grafitasi truk adalah faktor yang dianggap sebagai stabilitas truk. Selama garis aksi dari kendaraan dan beban pusat dari grafitasi turun dari stabilitas triangle maka truk dalam keadaan stabil. Faktor lainnya dimana kecendrungan dari kestabilan lateral kendaraan termasuk beban penempatan kendaraan dan beban permukaan pada sistim operasi kendaraan dan derajat kemiringan.
D. Kestabilan dinamik (Dinamik Stability)
Gaya dinamik adalah gaya yang diukur saat kendaraan bergerak. Perpindahan berat dan perubahan resultan pada pusat grafitasi juga dihasilkan oleh gaya dinamik saat mesin bergerak. Ketika memutuskan beban yang sesuai dengan kapasitas daya yang tersedia, maka operator seharusnya memberikan perhatian khusus karena bisa mempengaruhi karakteristik disain komponen yang lainnya
Jenis Stres
Jika pemaksaan dari luar bar memiliki paralel bekerja dengan sumbu bar, kemudian di dalam bar akan muncul pasukan lawan yang dihasilkan oleh gaya antara molekul sendiri.
Pasukan yang timbul di bar ini secara umum adalah:
a. Normal berlaku, gaya tegak lurus terhadap arah penampang bar.
b. Tangensial kekuatan, dengan paralel / penampang terletak di bar.

Dengan asumsi bahwa pasukan yang muncul terbagi merata pada luas penampang keseluruhan. Jadi kekuatan bekerja pada luas penampang disebut 'Stres'.
Stres = Angkatan / Sectional daerah (N/mm2)
Dari kekuatan yang timbul, umumnya stres yang dibagi menjadi:
a. Normal stres (s)
Jika luas penampang A = mm2, sesuai stres adalah:
Normal stres = F / A (N/mm2)
b. Tangensial stres (t)
Jika luas penampang A = mm2, sesuai stres adalah:
Tangensial stres = F / A (N/mm2)

(A) stres normal dan (b) stres Tangensial
Mesin Elemen Defination
Elemen mesin merupakan bagian dari komponen tunggal yang digunakan dalam mesin konstruksi, dan setiap bagian memiliki fungsi penggunaan khas. Dengan pemahaman di atas, elemen-elemen mesin dapat klasifikasi sebagai berikut:

Prinsip Dasar Desain Elemen Mesin
Desain elemen mesin, pada dasarnya merupakan bagian dari desain (komponen), yang direncanakan dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan mekanisme mesin.
Pada tahap desain, pertimbangan yang perlu memperhatikan dalam memulai perencanaan elemen mesin meliputi:
1. Jenis pembebanan yang direncanakan
2. Jenis-jenis stres yang disebabkan oleh loading halaman.
3. Pemilihan bahan
4. Bentuk dan ukuran dari mesin direncanakan
5. Kinematika gerak atau bagian-bagian yang akan direncanakan.
6. Penggunaan komponen standar
7. Mencerminkan rasa kehalusan (aspek estética)
8. Hukum dan ekonomi
9. Keselamatan operasi
10. Perawatan dan pemeliharaan
Dengan memperhatikan pertimbangan di atas, tahap desain total adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan
2. Mekanisme seleksi
3. Beban mekanisme
4. Bahan seleksi
5. Menentukan ukuran
6. Modifikasi
7. Gambar kerja
8. Persiapan dan kontrol kualitas